|Beranda|berita|Tarbiyah

Sumber kekuatan kita…

Anto adalah seorang aktifis BEM. Mahasiswa semester 6 ini terkenal sebagai orator ulung, jago mobilisasi massa. Aksi yang dia pimpin selalu sukses. Mulai dari isu kampus sampai isu nasional. Pada awalnya anto tidak aktif di BEM tetapi di LDK, karena kebutuhan dakwah, maka dia harus “rela” menjadi pengurus BEM. Dengan amanah itu, dia harus berinteraksi dengan banyak orang, berbagai latar belakang ideologi dan kepentingan.
Dulu di masa-masa awal kuliah anto menjadi kontraktor (ngontrak rumah) bersama teman dan seniornya. Dia merasa hari-hari itu adalah hari-hari yang indah. Betapa tidak, kontrakannya waktu laksana pondok pesantren, sholat berjamaah di masjid, tilawah al-qur’an sudah menjadi kebiasaan, taujih ba’da shubuh dan saling membangunkan untuk qiyamul-lail. Dan yang lebih penting lagi waktu itu adalah suasana saling menjaga sesame ikhwah sangat begitu terasa. Pernah pada sutu hari teman anto langsung di tegur (dengan cara yang halus) ketika menerima telpon dari seorang akhwat lebih dari 10 menit. Bagi anto kontrakannya waktu itu juga seperti laboratorium politik dan dakwah, diskusi dengan senior tentang dakwah kampus maupun politik nasional waktu itu adalah suatu yang biasa. Anto mengakui bahwa kemampuan politik dan dakwahnya banyak dia dapatkan ketika kontrak bersama seniornya yang hanya satu tahun itu.
Akhir-akhir ini anto merasa ada sesuatu yang “hilang” dari dirinya. Sholat berjamaah sering tertinggal apalagi sholat malam, bahkan khusus sholat shubuh sering kesiangan, tilawah hanya ketika ikut kajian rutin. Menjaga hijab dan menjaga pandangan adalah sesuatu yang sulit. Sulit menerima nasehat, ukhuwah terasa semakin hambar. Sering murung dan cobaan terasa datang bertubi-tubi. Sekarang Anto merasa sendiri, dia merasa ikhwah tidak ada yang peduli. satu persatu amanah dia lepaskan. Akhirnya dia untuk sementara menyatakan "mundur" dari dakwah untuk sementara.
Saudaraku bisa jadi apa yang dirasakan Anto di atas juga sering terjadi pada diri kita, baik sedikit maupun banyak.Ikhwah fillah berikut ini sebuah taushiyah yang saya ambil dari blog Ustadz Mahfudz Siddiq. Semoga bermanfaat bagi saya, antum dan seluruh kaum muslimin. amin
Ruhiyah yang ringkih seperti sudah dipaparkan sebelumnya, fenomenanya mulai terlihat jelas pada hari-hari ini. Ia termanifestasi dalam perasaan, pikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan oleh kader-kader dakwah dalam pergaulan dakwahnya, sebagaimana juga dalam pergaulan sosial, ekonomi dan politik. Keringkihan ruhiyah ini – apapun bentuknya – hanya menghasilkan kerentanan dan kerawanan atas berbagai bentuk fitnah yang bisa muncul. Fitnah yang bisa merusak kebaikan individu, organisasi dan jama'ah dakwah secara keseluruhan.
Berbagai persoalan yang kita hadapi dalam perjalanan dakwah ini tentu saja memerlukan penyelesaian secara menyeluruh dan terpadu. Bukan saja pada aspek manusianya, tetapi juga sistem, kebijakan dan budaya gerakan. Namun kita juga memahami, sentral dari semua kekuatan dakwah kita adalah pada sumber daya manusia (kader) nya. Dan sentral kekuatan setiap kader adalah pada jiwa atau ruhaninya. Mengobati ruhiyah yang sakit, menguatkan yang sehat, serta memeliharanya agar tetap sehat dan kuat menjadi pekerjaan paling penting. Bagaimana kita melakukan semua itu secara individual? Berikut saya lanjutkan taujih dan wasiat almarhum ustadz Ahmad Madani, Lc tentang kiat penyembuhan ruhiyah yang ringkih.

-o0o-

Kiat penyembuhanya
1. Selalu dzikrullah. Yaitu senantiasa berdzikir dengan lisan disertai dengan persetujuan hati, tafakur akan ciptaan Allah dan mengambil petunjuk melalui makhluk-makhluk-Nya untuk mengetahui keagungan kekuasaan-Nya, kecermatan hikmah-Nya, keluasan rahmat-Nya, serta keterikatan makhluk dengan-Nya. Juga selalu merasakan pengawasan Allah dan kekuasaan-Nya yang mutlak terhadap manusia serta pentingnya memiliki sifat malu kepada-Nya.
Semua hal tersebut di atas tidak mungkin dicapai dengan mudah bagi orang yang ringkih ruhiyahnya. Untuk memperolehnya diperlukan kesabaran, tekad, tidak gelisah serta bertahap sedikit demi sedikit. Setap kali dia memperoleh sebagian hal di atas maka akan menguatlah ruhiyahnya dan semakin berkurang keringkihannya hingga sirna tanda-tanda penyakit ruhiyah tadi. Selanjutnya dia memasuki tahap penyembuhan sampai sembuh total. Ketika itulah dia akan merasakan nikmatnya nilai-nilai luhur tadi dan dia akan semakin lengket kepadanya. Orang yang ringkih ruhiyahnya bagikan penderita sakit yang tidak nafsu kepada makanan yang enak. Tetapi dengan berlalunya waktu dan mencoba memasukkan makanan sedikit demi sedikit, fisiknya akan kembali kuat dan sirnalah tanda-tanda penyakit. Setelah itu dia kembali sehat dan dapat menikmati makanan yang enak dengan penuh kerinduan dan suka cita
2. Menghadirkan potret akhirat dan segala yang terjadi ketika itu. Ada orang yang berkeinginan untuk dapat kembali ke dunia guna menghabiskan seluruh umurnya demi keselamatannnya jika mungkin. Hendaknya seorang kader merenung bahwa rumah akhirat pertama yang akan ditempatinya adalah kubur. Hendaklah dia membayangkannya dengan tajam, memasang potret kubur yang gelap itu di ingatannya serta mengenang tidurnya yang sendirian di mana tidak ada penghibur kecuali amalnya.
Tersebutlah dahulu ada seorang shalih yang arif menggali sebuah kubur di rumahnya, setiap kali dia merasa kekerasan di hatinya, dimasukinya kubur tersebut seraya membaca firman Allah, “…Dia berkata, Ya Rabb kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah kutinggalkan…” (Q.S. Al- Mu’minun: 99-100). Kemudian orang shalih itu berkata, “Wahai jiwa, kini engkau telah kembali ke dunia, maka beramallah yang shalih!.
3. Hendaklah setiap kader ingat bahwa kematian lebih dekat kepadanya dari tali sendalnya. Janganlah dia tertipu oleh masa muda, kekuatan serta kesegarannya. Kematian tidak mengenal masa muda. Kekuatan dan kesehatan tidak mampu mencegah kehadirannya. Di antara hikmah dan rahmat Allah kepada kita, Dia memperlihatkan kepada kita kematian yang merenggut nyawa seorang bayi, anak kecil, orang muda, orang tua dan juga orang sakit. Oleh karenanya setiap orang harus ingat bahwa dia pastimengalami kematian kapan saja agar selalu bertambah kehati-hatian dan bersiap-siap meninggalkan dunia.
Tahukah engkau wahai saudaraku tentang kematian dan sakaratul maut yang menakutkan itu? Ketika sakaratul maut tiba pada diri seseorang, syaitan menghimpun segala kekuatan, kelicikan dan fikirannya. Dia berkata kepada dirinya, “Jika orang ini lepas dari genggamanku, aku tidak akan mampu lagi mempengaruhinya.” Maka dibujuknya orang itu untuk kufur, dicintakan kepadanya kemurtadan dan dihiasinya dunia di matanya sembari mengingatkan orang tersebut akan kenikmatan yang dia inginkan, agar orang tersebut berpaling dari akhirat dan harapan bertemu Allah. Akhirnya orang itupun tidak ingin mengalami kematian dan matilah dia dalam kekufuran, naĆ¹dzubillah.
Diceritakan tentang seorang arif yang dikunjungi oleh para sahabatnya ketika sedang menderita sakit yang membawa kepada kematiannya. Ketika itu mereka melihat orang bijak tadi menangis. Maka dihiburnyalah dia dengan mengingatkan bahwa seluruh perbuatannya adalah baik dan rahmat Allah pasti tercurah untuknya. Orang arif tersebut berkata, “Aku menangisi imanku yang aku khawatirkan dirampas ketika sakaratul maut!” Bukanlah tempatnya di sini untuk menerangkan hakikat ucapan orang arif tersebut. Cukuplah sebagai pelajaran bagi setiap kader bahwa menghadirkan kematian dan tidak melupakannnya akan membuat dirinya senantiasa merasa asing hidup di dunia ini. Dia dapat memahami dengan baik ma’na ungkapan Rasul SAW, “Jadilah engkau di dunia, seakan seorang asing atau (bahkan) pengembara. Dan golongkan dirimu dalam kelompok penduduk kubur.” (HR Bukhari, Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majjah dari Abdullah bin Umar).
Perasaan terasing tersebut berdampak sangat unik, diantaranya: Pertama, segala sandungan serta cobaan yang dialami oleh setiap kader akan terasa ringan. Kedua, derita terasa ringan, hati menjadi sabar, kebahagiaan yang tercela mengisut dan dunia yang menipu menjadi jauh. Ketiga, pandangan kader akan tertuju ke tempat tinggal yang sebenarnya berupa rumah akhirat. Dia tidak merasa tentram dengan kehidupan duniawi apalagi condong kepadanya. Seorang asing menyadari bahwa menetapnya di negeri asing hanyalah sementara sedang hatinya selalu menoleh ke rumah yang tidak akan pernah binasa, rumah bahagia dan tanpa derita. Rumah yang dekat dangan Rabbnya di mana dia dapat melihat-Nya. Dan apabila seorang kader merenungi kenikmatan akhirat dia pun akan terbuai harapan dan cita-cita. Harapan yang benar tentunya harus diiringi upaya yang sungguh-sungguh agar dapat sampai kepada yang dicita-citakan.
4. Memelihara dengan serius segala sarana penyuci diri dan menopangnya dengan kekuatan dan semangat. Sesungguhnya ruhani dapat menjadi kotor dan butuh penyucian. Dia pun akan mengalami kelesuan maka harus selalu diberi semangat. Dia juga mengalami sakit yang membutuhkan pengobatan. Sebagaimana dia pun mengalami kelemahan yang perlu diberi kekuatan. Semuanya itu berupa ibadah yang terus menerus dan yang paling utama adalah shalat. Maka bukanlah suatu yang mengada-ada apabila Rasulullah mewasiatkan pentingnya shalat kepada ummatnya ketika beliau akan menutuphayatnya. Shalat, suatu ibadah yang menyenangkan dan dapat menyucikan ruh darisegala kotoran dan menghubungkan seorang hamba kepada Rabb-nya.
Begitu pula harakah ini pun mewasiatkan kepada setiap kader untuk membaca Al- Qur’an sebelum shubuh atau sesudahnya, membaca wirid ma’tsurat sughra dan berziarah kubur sekali dalam sepekan setelah melaksanakan tugas-tugas di atas. Untuk memudahkan bangun pagi, setiap akh hendaknya menghindari tidur terlalu malam jika tidak ada kepentingan mendesak. Merekapun hendaknya tidak membiasakan menggunakan jam weker.
Wahai ikhwah….. Kami mencintai kalian sebagaimana kami mencintai diri kami sendiri. Kami berharap agar cinta ini berharga di sisi Allah sebagaimana kami pun berharap semoga Allah menghimpun kita dalam kebenaran dan jihad di dunia serta kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Apa yang kami sampaikan ini bukanlah sekedar tulisan untuk mengisi kekosongan, menyenangkan fikiran atau menyegarkan jiwa sesaat saja dan setelah itu tak ada lagi guna. Tulisan ini adalah arahan yang harus kita pegang erat karena dia adalah bagian dari manhaj Islam. Dengan melaksanakan apa yang tertera di sini, kalian akan mampu dengan idzin Allah, memikul da’wah dan jihad fi sabilillah. Pasanglah tekad kalian untuk melaksanakannya dan jujurlah kepada Allah niscaya Allah akan membuktikan apa yang dijanjikan-Nya.

perjuangan tiada akhir

Anto ,bukan nama sebenarnya, seorang mas'ul di sebuah LDK baru saja "lengser" dari amanahnya. Ikhwan semester 8 di sebuah perguruan tinggi negeri ternama ini bertekad untuk lulus tepat waktu, selain karena tuntutan orang tua juga keinginannya untuk segera bermaisyah dan beraisyah dengan segera. Berbagai persiapan telah dilakukannya untuk menyelesaikan skripsinya, di antaranya adalah nglembur di lab setiap hari. Keluar lab hanya untuk sholat dan makan.
Tetapi di tengah-tengah kesibukannya itu anto masih menyempatkan waktu untuk mengisi 2 kelompok kajian rutin adik kelas di kampusnya. Selain itu untuk segera menyelesaikan skripsinya, anto minta izin untuk cuti dari amanah formal sampai ujian akhir skripsi (selama 1,5 bulan).
Winda ,bukan nama sebenarnya, adalah seorang akhwat yang berprestasi. banyak perlombaan ilmiah yang di ikutinya, tidak jarang dia keluar sebagai juaranya, baik di tingkat kampus atau regional. Bahkan di semester kemarin dia di daulat menjadi mahasiswa prestasi terbaik di fakultasnya. Oleh karena itu tidak mengherankan jika itu menjadi daya tarik tersendiri bagi adik-adik mentoring di kampusnya Oleh ikhwah di kampus winda dipercaya menjadi masulah di departemen kemuslimahan LDK. Di bawah kepemimpinannya departemen tersebut tercatat sebagai departemen dengan kinerja dan produktivitas terbaik.
Kisah Anto dan Winda di atas adalah gambaran sosok ikhwan dan akhwat yang diinginkan dakwah. Anto walaupun dengan amanah yang sedemikian berat, menjadi masul LDK, tidak menjadikannya "lupa daratan". Dia tetap berusaha sekuat tenaga untuk lulus tepat waktu. Pun juga winda di tengah-tengah bergelimangnya prestasi akademik, tidak membuatnya "lupa lautan" dia juga aktiv dalam dakwah, tidak sekedar aktiv, tetapi juga produktif.
Ikhwah fillah, syaikh yusuf qorodhowi dalam salah satu bukunya memeberikan analogi. Kalau kita menanam pohon-pohon kurma di kebun kita, akan lebih bijak kalau kita juga menanam "tumpang sari" yang lebih cepat di panen untuk kebutuhan sehari-hari. Karena walaupun kurma nilai manfaatnya jauh lebih tinggi tetapi masa panennya cukup lama, dalam hitungan tahun.
Dakwah akademis adalah dakwah jangka panjang. yang bisa jadi nikmatnya belum bisa dirasakan dalam waktu dekat. Oleh karena itu kita harus melakukan aktivitas 'tumpang sari" dakwah kampus.Tidak boleh hanya karena ingin berdakwah di kampus akhirnya masalah akademis dan kompetensi terabaikan. Begitu pula tidak boleh hanya karena ingin berdakwah jangka panjang (di bidang akademis) menjadikan seorang aktivis menjadi lembam, sulit untuk bergerak atau digerakkan (pasiv dari dakwah). semoga kita tidak termasuk orang yang di campakkan oleh Allah dalam kebinassan, karena meninggalkan jihad dan dakwah

"....jangan campakkan diri kalian dalam kebinasaan."(al-baqarah 195). Asbabun nuzul ayat di atas adalah, ketika pada suatu hari seorang sahabat yang telah mengikuti banyak peperangan bersama Rosul mengungkapkan bahwa setelah umat islam mengalami banyak kemenangan, sudah saatnya mereka kembali ke kebun-kebun mereka (tidak mengikuti jihad), konsentrasi dengan tanamannya, setelah panen, hasil perkebunannya di infaqkan di jalan Allah. ternyata Allah melarang tindakan tersebut, karena itu merupakn tindakan mencampakkan diri dalam kebinasaan
Dari ayat di atas dapat sebuah ibroh bahwa jihad dan dakwah adalah tidak dapat tergantikan dengan amal lain hatta itu adalah infaq dengan harta. Orang yang meninggalkan jihad dan dakwah hatta itu karena alasan rasional sekalipun dikatakan mencampakkan diri dalam kebinasaan.