|Beranda|berita|Tarbiyah

Andaikan Mereka Tahu Cinta Kita....


” sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rosul dari kamu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat mengiginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin". Itulah pujian Allah yang diberikan kepada Rasulullah, karakter yang mulia, karakter yang juga sekaligus menjadi "rahasia" kesuksesan dakwah Rasulullah. beliau begitu empati pada masalah umat, begitu peduli dan juga begitu cinta. Cukuplah ucapan "ummati... ummati..." (umatku...umatku) menjelang beliau wafat sebagai buktinya. Cinta kepada ummatnya tidak hanya didunia, tapi dibawa sampai ke akhirat, beliau akan memeberikan syafaat kepada umatnya, beliau akan menjadi manusia terakhir dikalangan umat Islam yang masuk surga. Bukan karena beliau tidak bisa masuk sorga sendirian, tetapi karena cintanya kepada umat, memastikan bahwa seluruh umatnya masuk surga. subhanallah.
Masih ingatkah kita tentang kisah yang begitu luar biasa pasca kewafatan rasulullah. Abu bakar sebagai khalifah pengganti Rasul mengantikan seluruh peran rasul sebagai pemimpin umat. termasuk meneruskan amanat pribadi rasul . Setiap hari abu bakar datang ke rumah orang yahudi yang buta dan sangat tua, untuk memberikan makan sekaligus juga menyuapi orang tua tersebut."Tugas" yang selama ini dilakukan Rasul, tanpa diketahui oleh orang tua tersebut. Tetapi uniknya orang tua tersebut selalu memaki-maki Rasulullah dalam setiap kesempatan, karena orang tua tersebut buta, dan juga rasul tidak pernah menyebut identitasnya dihadapan orang tua tersebut. Tetapi yang lebih "unik" adalah rasul tetap istiqomah memberikan makan dan sekaligus menyuapinya. Seperti yang kita ketahui, orang yang pernah menyuapi kita adalah orang yang paling mencintai kita, salah satunya adalah ibu. Berarti begitu besar cinta rasul kepada orang tua tersebut walaupun dimaki-maki setiap hari. Tahukah antum, orang tua itu baru tahu bahwa yang memberikan makan kepadanya dan yang menyuapinya selama ini adalah Rasul yang mulia, yang selama ini pula ia maki-maki. orang itu baru tahu setelah diberi tahu oleh abu bakar. yang akhirnya mebuat dia sadar dan bertaubat dan akhirnya memeluk agama Islam. Subhanallah.
Itulah salah satu rahasia keberhasilan dakwah Rasul. Sebuah risalah yang jelas kebenaranya yang kemuadian disampaikan kepada umat manusia dengan kasih sayang, cinta, pengorbana, empati dan semangat untuk menyelematkan umat dengan mengajak kepada Islam. Sekali lagi Islam tidak hanya benar, tetapi didakwahkan secara benar.
Ada sebuah penuturan yang cukup menarik dari mantan rohaniawan sebuah agama, yang akhirnya ia memeluk Islam. Dalam agamanya yang lama, "daya tarik" agama tersebut bukan pada kebenaran agama tersebut, karena memang ajarannya tidak sesuai dengan fitrah dan tidak masuk akal dan yang jelas buatan manusia. Oleh karena itu betapa banyak orang yang sudah mencapai tarap "ulama" dalam agama tersebut, akhirnya mereka memeluk agama Islam setelah menyadari kesalahan ajaran agama tersebut dan menyadari kebenaran Islam. Tetapi, lanjut mantan rohaniawan agama tersebut, yang menjadi "daya tarik" agama tersebut adalah jargon cinta dan kasih sayang yang mereka kemas sedemikian rupa, yang mereka lembagakan, yang mereka kurikulumkan, yang mereka doktrinkan secara sistematis melalui sekolah calon rohaniawan mereka, mereka kemas jargon cinta dan kasih sayang mereka dengan pemahaman antropologi dan sosiokultural yang begitu mendalam, penguasaan psikilogi manusia maupun psikologi sosial. Bagaiman secara cerdas mereka bisa masuk ke jantung pertahanan umat islam. Mereka secara gilang-gemilang mengambil satu-persatu umat islam dari pangkuan islam, bukan dengan modal kebenaran agama mereka atau kesalahan agama Islam, tetapi dengan modal "cinta dan kasih sayang". Mereka paham betul yang dibutuhkan oleh orang yang kelaparan adalah makanan, mereka paham betul yang diperlukan oleh masyarakat marjinal adalah perhatian dan kasih sayang, mereka paham betul yang diperlukan oleh pengangguran adalah pekerjaan yang layak, mereka paham betul yang diperlukan orang tua adalah pendidikan yang pantas dan murah bagi anak-anak mereka. Dan mereka bisa memberikan semuanya. Mereka datangi kawasan kumuh -yang para da'i belum menyentuhnya-, mereka bagikan makann, mereka beri pekerjaan pemuda mereka, mereka berikan ketrampilan kepada mereka, mereka berikan pendidikan gratis. Mereka advolasi, mereka rela tidur ditempat kumuh, bahkan ada kisah yang cukup kesohor adalah bagaimana seorang rohaniawan agama tersebut rela tidur berbulan-bulan lamanya bersama dengan mereka "dengan atas nama cinta". Siapa yang tidak kepincut dengan "cinta" mereka. dan akhirnya sang rohaniawan tersebut secara perlahan tapi pasti berhasil memurtadakan umat Islam. Di sisi lain memang benarlah sabda Rasul bahwa kefakiran mendekatkan pada kekafiran. Diakhir pemaparannya amantan rohaniawan agama tertentu yana akhirnya masuk Islam menyimpulkan bahwa, agama lamanya tersebut sangat tergantung dengan "performance" cinta para pengemban misinya. Berbeda dengan Islam yang memang sudah benar dari "sononya", asal sedikit saja manusia berpikir oblektif dan berpikir rasional, pasti manusia akan memilih Islam.
Apakah disini saya mengajak untuk meneladani mereka? demi Allah tidak, sekali lagi demi allah tidak. cukuplah rasul sebagai teladan kita. Cinta rasul kepada umat manusia dibangun atas dasar iman, begitu pula seharusnya kita. cinta kita kepada manusia bukan atas dasar dorongan psikologi atau sekolah kepribadian tapi atas dasar iman.
Dengan landasan cinta kepada umat inilah Insya Allah dakwah Islam akan kembali menemui kejayannya. Orang akan berbondong-bondong mendukung barisan dakwah. Cinta kita bukan cinta semu,cinta kita bukan sekedar janji tapi cinta kita adalah cinta yang terbukti, cinta yang diwujudkan dengan nyata. hasan al-banna pernah menyampaikan " seandainya umat ini tahu bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri niscaya umat ini akan berbondong-bondong untuk mendukung dakwah ini". wallahu a'lam bisshawab

Perjuangan yang Bervisi....


Ada sebuah fragmen yang menarik, pada suatu hari ada seorang pemuda yang “iseng” bertanya kepada tiga orang tukang bangunan yang sedang bekerja. Mereka mengerjakan bagian bangunan yang sama , yaitu pondasi. Mereka sama-sama membangun pondasi sebuah SDIT. Dari tempat yang agak jauh, sang pemuda mengamati aktivitas empat orang itu. Dari hasil pengamatannya tampak sekali perbedaan diantara mereka. Tukang bangunan pertama, tampak bekerja dengan ogah-ogahan, tidak semangat, sesekali tampak giat itupun ketika sang mandor datang, setelah mandor pergi, sang tukang bangunan kembali “nyantai”. Tukang bangunan yang kedua, tampak lebih giat, ada kerja keras nampaknya, tetapi dari raut mukanya ada guratan “beban” yang sangat terlihat, ceria kadang-kadang, itupun setelah sang mandor datang. Berbeda dengan tukang bangunan yang ketiga, tampak sekali ia sangat bersemangat, bukan hanya semangat tetapi sangat ceria. Baik ketika ada mandor atau tidak.
Akhirnya karena penasaran sang pemuda tersebut juga “iseng” bertanya kepada tiga tukang bangunan tersebut. Kepada tukang bangunan pertama sang pemuda bertanya, “ sedang ngapain pak?”, “sedang buat pondasi mas” jawab tukang tersebut dengan tidak semangat. Kemudian pemuda tersebut bertanya kepada tukang kedua, bertanya dengan pertanyaan yang sama, “lagi buat apa pak?” dengan wajah agak tegang sang tukang menjawab “sedang buat sekolahan mas”. Kemudian pertanyaan yang sama juga diberikan kepada tukang bangunan ketiga, dengan mantap dan diiringi seulas senyum yang terus berkembang sang tukang menjawab, “sedang membangun peradaban Islam mas”.
Ikhwah fillah, dari ilustrasi di atas ada beberapa hal yang bisa kita ambil pelajaran. Ternyata ada korelasi yang kuat antara “visi” seorang tukang bangunan dengan effort yang ia lakukan (tentunya juga kualitas bangunann yang dihasilkan). Seorang tukang bangunan yang hanya bervisi sejauh pondasi, berbeda dengan tukang bangunan yang bervisi bangunan sekolah. Seorang tukang yang bervisi bangunan sekolah berbeda dengan tukang bangunan yang bervisi peradaban Islam. Ternyata semangat jauh visi seorang tukang bangunan semakin baik pula performance nya.Oleh karena, bisa jadi, itulah mengapa Imam Nawawi dalam Kitab Riyadlus shalihin, menempatkan hadits tentang niat pada urutan pertama. “ Setiap amal sesuai dengan niat (visinya)nya”.
Seperti tukang bangunan, seorang dai yang beramal dakwah harus memiliki visi dakwah yang kuat, yang jauh ke depan. Berbeda seorang dai yang bervisi dengan seorang dai yang tidak bervisi. Berbeda dai yang bervisi kuat dan dai yang bervisi lemah. Berbeda dai yang bervisi dangkal dan dai yang bervisi jauh kedepan. Berbeda seorang dai yang bervisi sebatas program kerja dengan dai yang bervisi shohwatul Islam. Berbeda seorang dai yang bervisi asal akhi atau ukhti senang dengan seorang dai yang bervisi asal Allah Ridla.
Tanpa visi dakwah yang kuat dan jauh kedepan dari setiap dai, maka dai akan mengalami disorientasi dalam dakwah, dai bukan lagi menyeru kepada Allah tetapi menyeru kepada diri sang dai itu sendiri, akan banyak timbul permasalahan dalam dakwah. Sejarah telah mencatat betapa banyak da'i yang berguguran di jalan dakwah, betapa banyak terjadi konflik diantara para dai. Dengan penyebab utamanya adalah kelemahan visi dakwah seorang dai.
Syaikh Mustafa Masyhur allahu yarham, dalam salah satu bukunya menulis, bahwa salah satu permasalahan mendasar yang harus di pahami oleh dai adalah visi dakwah. Apa, mengapa dan bagaiman kita berdakwah. Berdakwah pada dasarnya adalah kebutuhan kita. Kepentingan kita. dakwah adalah transaksi pribadi kita dengan Allah, dengan imbalan bebas dari api neraka, transaksi dengan imbalan surga, transaksi dengan imbalan berupa ampunan dari Allah. Dengan dakwah kita berarti menunaikan amanah kita sebagai khalifah di bumi, berati kita menunaikan perintah Allah untuk menyeru kepada kebaikan, amar ma'ruf dan nahi munkar, menegakkan izzah islam dan kaum muslimin.
Proyek dakwah ini bukan proyek satu atau dua tahun, tapi proyek yang usianya lebih panjang dari usia kita. Yang perlu kita pahami bahwa dakwah akan terus berjalan sampai tidak ada fitnah di muka bumi, sampai aturan Allah sebagai acuan bagi seluruh umat manusia. Sampai Islam menjadi soko guru peradaban dunia, suatu peran yang saat ini di ambil oleh musuh-musuh Allah. Yang tentunya untuk menjadi soko guru peradaban dunia tidak bisa kita peroleh dalam seketika, tetapi memerluakan sebuah proses yang sistematik, dan juga memerlukan waktu.
Dakwah kita hendaknya dimulai dari pembentukan pribadi muslim yang kaffah, muslim dari segi akidahnya, muslim dari segi ibadahnya, muslim dari segi akhlaknya, muslim dari segi pemikirannya, muslim dari segi pekerjaanya, muslim dari segi perekonomiannya, muslim dari segi cara berpolitiknya, muslim dari segi pengambilan hukum dan muslim dalam segala hal. Dan ciri khas dari pribadi muslim yang kaffah adalah menjadikan Allah sebagai tujuan, menjadikan Rasulullah SAW sebagi teladan, menjadikan Al-quran sebagai acuan hidup, menjadikan perjuangan di Jalan Allah sebagai pilihan hidup serta mempunyai cita-cita tertinggi untuk mati di jalan Allah. Kepribadian muslim ini mustahil akan tercapai, kecuali dengan apa yang dicontohkan oleh Rasul, yaitu tarbiyah yang berkelanjutan. Kemudian dari setiap pribadi muslim, baik dari kalangan muslimin maupun muslimat membentuk sebuah keluarga yang islami, yang tentunya diawali dengan pernikahan yang Islami pula. Dengan adanya pernikahan yang Islami diharapkan akan lahir anak-anak yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan Islam, yang diauh dengan penuh kasih saying dari ayah dan ibu yang Islami. Dari beberapa keluarga yang Islami memberikan sebuah pencerahan kepada lingkungan dan masyarakat, kemuadian dari masyarakat yang baik akan muncul pemimpin-pemimpin yang baik (eksekutif, legislatif maupun yudikatif)yang ia akan melakukan perbaikan kepada segala bentuk kebijakan, undang-undang maupun hukum produk pemerintah. Dari pemerintahan yang baik akan muncul sebuah negara yang baik, dari beberapa negara yang baik akan muncul sebuah institusi (seperti PBB atau uni eropa) yang siap membela kebenaran dan keadilan sesuai dengan aturan allah. Dari sinilah predikat Islam sebagai soko guru perdaban dunia dapat tercapai.
Mungkin bagi orang yang pesimis, cita-cita ini adalah sebuah utopia, mimpi belaka. Apalagi dengan melihat realita yang ada saat ini, umat Islam dimana-mana di “kuyo-kuyo”, difitnah sebagai teroris, dijajah, diisolasi, diboikot. Tidak ada Negara yang dirundung konflik kecuali disitu pasti Negara Islam. Saat ini dunia sedang dikuasai oleh orang-orang yang bukan hanya tidak Islam, tetapi juga memusuhi Islam secara militan dan radikal.
Tetapi bagi orang yang percaya kepada janji Allah, tidak demikian. kalau kita simak perjalanan dakwah rasulullah maka kita akan melihat bahwa dakwah rasul begitu luar biasa, islam tumbuh di suatu kawasan yang tidak diperhitungkan oleh semua peradaban besar waktu itu, kawasan yang di apit oleh dua imperium besar , Romawi dan Persia. Selain faktor eksternal kawasan yang tidak mendukung, ternyata di internal kawasan arab sendiri umat islam di kuyo-kuyo, dikatakan gila, penyihir, pembohong, perusak persatuan, orang yang meninggalkan tradisi leluhur. Selain itu umat Islam waktu itu juga diludahi, disiksa, dilempar batu, diusir dari rumahnya, di boikat selama bertahun-tahun di suatu gurun yang gersang. Kalau dari hitung-hitungan matematis, TIDAK MUNGKIN Islam akan tumbuh dan berkembang seperti yang kita lihat saat ini. Tetapi kenyataan berkata lain, dalam waktu yang tidak terlalu lama (35 tahun) umat Islam menaungi sepertiga dunia. Subhanallah. Kekuatan visi dakwah, perencanaan dan pengamalan dakwah yang begitu sistematis dan bertahap, ditopang dengan tauhid dan ukhuwah diantara kaum muslimin. Kemenangan itu datang juga. Allahu Akbar
Terkait dengan visi dakwah, dalam proyek dakwah yang panjang ini, bisa jadi kita tidak merasakan hasil perjuangan kita. Bisa jadi apa yang kita lakukan tidak terlalu "berkontribusi" kepada hasil akhir sebuah proyek dakwah. Tetapi yang perlu kita ingat bahwa sesedikit apapun kontribusi kita, tetap mendapat perhitungan dari Allah. Selain itu kita perlu memastiakan bahwa kerja-kerja kecil kita dalam dakwah, sejalan dan seiring dengan arus besar Visi dakwah ini, bukan sebaliknya. Wallahu a’la