|Beranda|berita|Tarbiyah

Tarbiyah Dzatiyah

dan bertakwalah kalian kepada Allah, pasti Allah akan ajarkan kalian, dan Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.” (QS 2:282)

Kita menyadari bahwa upaya pembenahan diri merupakan kerja suci dalam rangka pencapaian kualitas ketakwaan yang prima menuju keridhaan Allah. Banyak hal yang bisa dijalankan guna meraih predikat muttaqin di mata Allah. Setiap aktivitas kehidupan pada dasarnya berpeluang menjadi ibadah. Makan, minum, bekerja, belajar, berolah raga, bercengkrama dengan keluarga, istirahat, mengurus rumah tangga, mengasuh anak, membaca, menulis, menyaksikan dan lain sebagainya merupakan sarana mendekatkan diri kepada Allah bila dilakukan dengan tata cara yang benar sesuai syariat Islam. Untuk itulah diperlukan kemampuan untuk bisa menempatkan diri secara tepat sehingga terbuktilah ikrar kita, “..inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil ‘alamin..” Kemampuan untuk menempatkan diri secara baik bukanlah sesuatu yang muncul begitu saja. Ia merupakan buah dari proses panjang pembinaan dan pembentukan sedemikian rupa sehingga melahirkan pribadi tangguh yang siap mengatasi berbagai kendala. Salah satu wujud kematangan seseorang dalam menempatkan diri adalah saat dia telah menerapkan tarbiyah dzatiyah dalam perjalanan kehidupannya.

Tarbiyah Dzatiyah dicirikan dalam wujud semangat untuk meraih berbagai kebaikan, sekaligus daya tahan diri yang kuat untuk dapat menghindari keburukan. Dua hal itulah yang dimiliki para nabi dan salafus-shalih. Sejarah mencatat bagaimana Rasulullah Muhammad saw memperjuangkan Islam dengan semangat yang begitu mempesona. Beliau tanamkan semangat kebenaran dalam diri para sahabatnya. Beliau wariskan semangat kebenaran bagi kita. Dengan semangat kebenaran itulah Islam terus diperjuangkan ke seluruh penjuru dunia. Rasulullah juga dikaruniai Allah kemampuan untuk menjauhi keburukan. Sejak kecil diriwayatkan bahwa beliau selalu menghindari permainan yang tidak berguna. Memasuki kehidupan berkeluarga dengan kesibukan berniaga. Mengisi usia ‘rawan’ (30-40 tahun) dengan menyendiri dan bertafakur di Gua Hira. Hingga dapat dikatakan bahwa sebelum memasuki masa kenabian tarbiyah dzatiyah memang telah Allah karuniakan kepadanya dan semakin mempesona ketika beliau telah diangkat menjadi Rasul dengan membawa Al Qur’an sebagi petunjuk bagi kita semua.. Dan tidaklah berlebihan bila Aisyah mengatakan “Akhlaq Nabi Muhammad itu adalah Al Qur’an.” Teladan tambahan -disamping pribadi Rasulullah saw- adalah tarbiyah dzatiyah yang diperankan oleh Nabi Yusuf as. Tanpa sanak famili, beliau tumbuh berkembang menjadi pribadi kuat, cerdas dan amanah. Ketampanannya tidak membuat beliau lupa diri dan tetap menyadari pengawasan Allah. Kekayaannya malah menjadikan ia dermawan. Ilmunya tak menjadikan dia sombong, Perlakuan keji saudara-saudaranya tak sedikitpun menanamkan dendam. Dan tengoklah betapa cintanya ia pada ayahnya (Nabi Ya’qub), sebagaimana ayahnya juga mencintainya.
Sesuatu yang begitu berat untuk dihadapi adalah derasnya nafsu syaithan. Betapa terkadang atau bahkan seringkali kita terjerumus pada godaan syaithan baik dalam skala kecil maupun besar. Bahwa selain Nabi dan manusia-manusia terpilih, adalah kebanyakan kita rentan terhadap dosa. Dosa bukan hanya monopoli ahli maksiat, melainkan juga menghinggapi para ustadz, ulama dan para pemimpin organisasi Islam. Dosa tentu saja akan mengurangi nilai kita di mata siapa saja, membuat kita malu pada Allah dan orang-orang beriman dan memperberat timbangan keburukan kita nanti di yaumil akhir. Untuk itulah kita harus senantiasa waspada menghindari dosa sekecil apapun. Dengan tarbiyah dzatiyah kita mencoba untuk istiqamah secara mandiri. Namun bukan berarti kita mengecilkan atau tidak lagi memerlukan peran guru, melainkan menjadikan diri kita lebih mendominasi proses ketakwaan. Bahkan keinginan kita untuk terus berguru dan menghormati peran guru diharap muncul dari kematangan tarbiyah dzatiyah kita.
Berikut ini adalah sejumlah agenda yang mungkin bisa membantu mematangkan tarbiyah dzatiyah kita:
Tanamkan motivasi kuat untuk menjadikan diri sebagai ujung tombak resistensi pengaruh-pengaruh buruk dan penjagaan serta perjuangan nilai-nilai Islam “SIAPA LAGI KALAU BUKAN KITA YG MENJADI BENTENG UNTUK MENAHAN ARUS KEMAKSIYATAN DAN DOSA”
Terus evaluasi dan tafakkur mengenali kekurangan diri, mewaspadai berbagai faktor yang dapat melemahkan. “MUHASABAH”
Tingkatkan kualitas diri dengan terus membaca, mendengar, berlatih, bertanya, bertafakur dan meminta masukan atau nasihat “TERUS BELAJAR”
Terus mamanfaatkan waktu dan menjadwal rutinitas guna menghindari terbuangnya kesempatan dengan percuma, karena seringkali kelalaian terhadap waktu dan ketiadaan penjadwalan merupakan faktor awal kegagalan tarbiyah dzatiyah. “MENGATUR WAKTU”
Tetaplah berdoa, bertobat dan bersedekah guna pemeliharaan kesalihan dan kebersihan diri, karena kondisi diri yang bersih akan membantu proses tarbiyah dzatiyah.“TAZKIYATUN NAFS”

“Dan bekerjalah kalian, nanti pasti Allah, Rasul dan orang-orang beriman akan melihat hasil kerja kalian. Dan kalian akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui segala yang ghaib dan nyata. Dan akan diberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan di dunia.” (QS 9:105)
(Sumber : Kumpulan Materi Tarbiyah - Dept.Kaderisasi DPP PK Sejahtera

Tarbiyah Ruhiyah

DR. Abdullah Nashih Ulwan

Dalam Q.S. Al Anfaal:29
“Hai orang2 yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu ´´furqaan´´ dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar“

Dan dalam Q.S. Al Hadid:28
“Hai orang2 ynag beriman, bertaqwallah kpd Allah dan beriman kepada Rasul-Nya niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu bisa berjalan dan dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang“

Jika kita renungkan ayat tersebut diatas, maka dengan TAQWA kpd Allah, Allah akan:
1. Memberikan furqaan kepada orang mu´min, yang dgnnya kita dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil
2. Mengahapuskan segala kesalahan2 kita
3. Mengampuni dosa2 kita
4. Memberikan cahaya yang akan menerangi kehidupan kita, sehingga kt akan selalu mendapatkan jalan keluar yang baik dr setiap permasalahan yang dihadapi

Hakikat Taqwa
Taqwa lahir dari konsekuensi logis dari keimanan yyang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dgn Muroqobatullah, mersa takut terhadap murka dan adzab-Nya, dan selalu berharap limpahan karunia dan maghfirah-Nya. Atau seperti yang didefinisikan para ulama: Taqwa adalah hendaklah Allah tidak melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilangan kamu dalam perintah-perintah-Nya.

Jalan untuk mencapai Taqwa
1. Muáhadah (Mengingat perjanjian)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji….“ (Q.S.An Nahl:91)
Yaitu perjanjian seperti yang terdapat didlm Q.S. Al A´raf:172 dan Al Fatihah:5

2. Muroqobah (Merasakan kesertaan Allah)
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (u/ shalat) dan melihat pula perubahan gerak badanmu diantara orang2 yang sujud“ (Q.S. Asy Syura:218-219)

Dan dalam Hadist ttg Ihsan:
“Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat-Nya dan jika memang kamu tidak melihatNya, maka sesungguhnya Allah melihat kamu“

Ibadah yang bagaimana yang bisa membuat Allah suka/cinta terhadap ibadah kita tsbt. Perbanyak Dzikir (mengingat Allah). Imam Hasan Al Bashri berkata, “Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada seorang hamba yang selalu mempertimbangkan niatnya. Bila semata-mata karena Allah maka dilaksanakannya tetapi jika sebaliknya maka ditinggalkannya“.

Macam-macam Muraqobah:
- Muroqobah dalam melaksanakan ketaatan kepada-Nya, yaitu dengan Ikhlas
- Muroqobah dalam kemaksiatan adalah dgn taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara total
- Muroqobah dalam hal2 yang mubah adalah dgn menjaga adab2 terhadap Allah dan bersyukur atas segala nikmat-Nya
- Muroqobah dalam musibah adalah dengan ridha terhadap ketentuan-Nya serta memohon pertolongan-Nya dgn penuh kesabaran

3. Muhasabah (Interospeksi diri)
“Hai orang2 yang beriman , bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya u/ hari esok (akhirat) dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan“
(Q.S. Al Hasyr:18)

Dari Umar al Faruq r.a. berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditm yang agung (hari kiamat). Di hari itu kamu dihadapkan kepada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang satu pun´´

Bagaimana mungkin bisa memperbaiki diri jika tidak ada muhasabah, tanpa muhasabah maka tidaka akan ada perubahan

4. Muáqobah (Pemberian sanksi)
“Dan dalam qishah itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang2 yang berakal, supaya kamu bertaqwa´´ (Q.S. Al Baqarah:178)

Apabila seorang mu´min menemukan kesalahan maka tidak pantas baginya untuk membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah terlanggarnya kesalahan2 yang lain dan akan semakin sulit untuk meninggalkannya. Sanksi itu harus dgn sesuatu yang mubah, tidak boleh dgn sanksi yang haram

5. Mujahadah (Optimalisasi)
Mujahadah sebagaimana dl Q.S. Al ankabuut:69
“Dan orang2 yang berjihad u/ (mencari keridhaan) Kami, benar2 akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan2 Kami. Dan sesungguhNya Allah benar2 beserta orang2 yang berbuat baik´´
berarti apabila seorang mu´min terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal2 sunnah serta ketaatan lainnya tepat pada waktunya mala ia harus memaksa dirinya melakukan amal2 sunnah lebih banyak dari sebelumnya.

Beramal hendaknya jangan seadanya. Bersungguh2lah dalam keadaan apapun dan dalam melakukan amalan apa saja. Dalam sebuah Hadist Qudsi:
“Dari Abu Hurairah bahwa beliau berkata, Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya Allah berfirman: Tidaklah seorang hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai selain dari amalan2 wajib dan seorang hambaKu senantiasa mendekat kepada-Ku dengan melakukan amalan2 sunnat, sehingga Aku mencintgainya. Apabila Aku telah mencintai-Nya, maka Akulah yang menjadi pendengarannya dan sebagai tangan yang digunakannya untuk memeganagn dan kaki yang dia pakai u/ berjalan dan apabila ia memohon kepada-Ku pasti Kukabulkan, dan jika berlindung kepada-Ku pasti Ku lindungi.’’