|Beranda|berita|Tarbiyah

Wanita Luar Biasa, Pendamping Seorang Pejuang

Akbaruna.com: �Di balik kesuksesan seorang laki-laki di sana ada peranan seorang istri� ungkapan ini cocok bila disandangkan kepada Perdana Menetri Palestina, Ismail Haneya yang berhasil memimpin partai Hamas dan sekarang memimpin rakyat Palestina. Istrinyalah yang telah mendorongnya menjadi pemimpin besar, pemimpin gerakan Islam pertama yang berhasil menjadi pemimpin Nasional. Siapakah wanita yang berada dibalik keberhasilan Ismael Haneya ??.

Berikut ini hasil wawancara Khadrah Hamdan dengan Istri Ismael Haneya, Amal Muhammad Haneya Uqailah yang lahir pada tahun 1963 di kamp pengungsian Shate, Gaza. Khadrah Hamdan berhasil mewawancarainya ketika ia dan suaminya melaksanakan rukun Islam yang kelima di Makkah al-Mukarramah. Ia bercerita banyak tentang kehidupanya, teman hidupnya, Haneya, berikut perannya dalam mendorong suaminya menjadi tokoh besar seperti sekarang ini, dan beberapa orang yang dikenal dalam hidupnya.

Umur 16 tahun

Hajjah Amal telah dijodohkan dengan Haneya sejak berumur 16 tahun. Antara ia dan suaminya tak terpaut jauh dari sisi usia. Namun sejak itu Amal menghilang, tidak diketahui kabar beritanya kecuali dari beberapa kerabat dan tetangga dekatnya. Amal meninggalkan belajarnya, di saat Haneya melanjutkan kuliahnya yang dibiayai oleh ayah Amal yang merupakan saudara kandung bapak Haneya. Dialah yang membiayai pendidikan Haneya sejak kecil, karena ayah Ismael Haneya sudah meninggal saat Ismael masih bayi. Muhammad Haneya kemudian menikahkan anaknya (Amal) dengan Ismael Haneya sambil terus membiayai kuliah Ismael hingga ia memperoleh gelar Bachelors jurusan Bahasa Arab dengan nilai cum laude. Ia juga yang membelikan mahar bagi Amal dan menempatkanya bersama anak tunggal saudaranya.

Masa-Masa Sulit Ketika Ditinggal Suami

Setelah Amal menikah dengan Ismail Haneya yang suka dipanggil dengan Abu Abdis Salam, sering kali Ummu Abdu Salam ini sendirian dalam waktu yang lama. Menurut cerita Amal, �Suatu saat ketika Abu Abdisslam masih sekolah, selepas pulang dari sekolah, ia buru-buru melemparkan tasnya kemudian pergi ke lapangan dan bermain bola bersama teman-temanya. Setelah main bola, ia makan roti sandwich dan minum minuman yang berkarbonasi bersama teman-temanya. Terus ngobrol hingga larut malam, terkadang sampai jam 2.00 pagi. Ketika Ismail masuk kampus, intensitas kesibukannya semakin luas, sehingga jarang ketemu dengan keluarga. Terutama saat ia menjabat wakil ketua dewan mahasiswa lalu menjadi ketuanya.

Dalam sambutan di acara wisuda Universitas Islam Gaza, Ismail Haneya mempertanyakan tentang pekerjaan apa yang akan diperoleh ratusan alumni Univ. Gaza ?. Saat itu, acara tersebut dihadiri juga oleh Ketua Sekolah Tinggi Agama Al-Azhar, DR. Muhammad Awad dan Rektor Univ. Islam Gaza, DR. Muhammad Shiyam (yang pernah datang ke Indonesia bulan Ramadhan 1427 lalu, red). Keduanya mengatakan, di akhir acara wisuda, bahwa Ismail Haneya akan dijadikan pegawai di Unversitas tersebut.

Pada tahun 1987, Ismail Haneya mendapat tugas mengajar. Setelah selang dua bulan, ia mendapat gaji pertama dari hasil keringat mengajarnya sebesar 900 shekel (mata uang Israel, 1 dollar = 4 Shekel, red). Dengan gembira ia pulang dan memanggil istrinya, �Ya Ummu Abd gembiralah apa yang aku bawa ini, belanjakanlah apa saja sesuka hatimu !!�

Baru saja Isamil Haneya bekerja di Universitas Gaza, agen-agen zionis memata-matai kegiatan Haneya dan melaporkanya ke intelejen Israel. Kontan intelejen Israel menangkap Haneya dan memenjarakannya selama 12 hari.

Masih pada tahun 1987 Ismael Haneya kembali ditahan selama 12 hari lagi, kemudian ditangkap lagi dan dipenjara selama 6 bulan, lalu dibebaskan. Setelah 7 bulan ia menghirup udara bebas, kembali ia ditangkap dan dipenjarakan selama 3,5 tahun dan membayar denda sebanyak 6.000 Shekel. Agar dapat keluar sebelum masa tahanan enam bulan habis, dengan susah payah mertuanya yang hanya bekerja sebagai nelayan di pantai Gaza harus membayar denda tak berperikemanusiaan tersebut.

Penderitaan keluarga Haneya tak berakhir sampai disitu. Pemerintah Zionis Israel kemudian mengeluarkan pencekalan dan mengasingkan Haneya ke Marj El-Zohor, wilayah selatan Libanon. Selama dalam pengasingan, istrinyalah yang membiayai kehidupan keluarga dan ia juga yang membayar semua ongkos, hanya untuk berbicara dengan suaminya tersebut. Keadaan ini mereka jalani selama sembilan bulan.

Setelah masa pengasingan berakhir, Haneya kemudian ditangkap oleh pemerintahan Otoritas Palestina dan dipenjara selama beberapa kali. Kehidupannya tak sepi dari penderitaan, tapi Alhamdulillah diberikan kekuatan oleh Allah. Ia (Ummu Abd) tetap bersyukur pada Allah telah diberikan suami yang taat beragama, bertakwa dan berdedikasi, ungkapnya. Ia juga menyatakan siap untuk berkorban lebih banyak lagi demi suaminya tercinta.

Ibu dari tigabelas anak ini mengaku telah terbiasa ditinggal-tinggal suaminya. Ia juga pernah menjual satu-satunya perhiasan yang ia punyai, yaitu mahar dan menyerahkan pada suaminya sebagai modal perjuangan. Sering kali ia harus menghemat gaji suaminya dari Univ. Islam Gaza, untuk kehidupan sehari-harinya, terutama ketika suaminya di penjara.

Setelah suaminya keluar dari penjara Zionis Israel, terpaksi Ummu Abd menjual kendaraanya untuk memperbaiki rumah yang ia tinggali berasama bapaknya yang hanya terdiri dari satu tingkat itu.

13 Buah Hati

Dari hasil pernikahanya dengan Abu Abd (Ismael Haneya) Amal (Ummu Abd) dikarunia 13 putra dan putri. Yang paling besar bernama Abdus Salam lahir pada tahun 1981. Disusul Hammam, lahir tahun 1983. Kemudian, Wassam lahir tahun 1984, Mu�adz, tahun 1985, Sina, tahun 1986 (sudah menikah) Butsainah yang lahir pada tahun 1987 juga sudah menikah. Ketika Abu Abd berada dip enjara tahun 1992, anak ke tujuh mereka lahir dan diberi nama Khaulah. Dan ketika Abu Abd berada di pengasingan yaitu tahun 1994, maka lahirlah anak kedelapan mereka, yang diberinama Aid. Diikuti oleh Hazim pada tahun sama, lalu Amirah tahun 1995, Muhammad pada tahun 1996, Latifah tahun 1998 dan terakhir Sarah baru berusia 3 tahun yang paling disayang oleh sang perdana menteri ini.

Ketika suaminya tidak ada, maka Ummu Abd lah yang mengurus ke 13 putra-putrinya tersebut bersama ibunya Ismael Hanya yang sakit-sakitan. Sering kali tiap malam ia harus begadang setelah sebelumnya mengajari anak-anaknya. �Sebagaimana aku dulu membantu ayah mereka dalam tugas-tugas kuliahnya dan membantu dalam menghafalkan Al-Qur�an�, ungkapnya. Maka aku sebaik-baik teman baginya di rumah dan mengatur rumah ini menjadi rumah sakinah, mawaddah warga rahmah. Tak heran bila Abu Abd terkagum-kagum ketika ia pulang dari penjara dengan hasil pendidikan terhadap anak-anakku. Dan aku telah siap membantunya kapanpun hingga hari ini.

Upaya Pembunuhan Pertama

Pada tahun 2003, Abu Abd pergi bersama anak nomor dua, Hammam untuk mengunjungi kakeknya. Aku (ummu Abd) mendengar suara roket yang menghantam salah satu rumah di sana. Aku berdo�a semoga rudal tersebut tidak mengenai siapapun. Selang beberapa saat datang kabar bahwa rudal tersebut mengenai rumah yang ditempati Syaikh Ahmad Yasin dan kantornya yang ditunggui oleh Ismail Haneya, suaminya. Betapa aku tersentak mendengar kabar tersebut, karena anak dan suamiku sedang berada di rumah DR. Marwan Abu Ras yang berada dekat dengan rumah As-Sayahid Syaikh Yasin. Saat itu, aku berdo�a kepada Allah semoga menyelematkan anak dan suaminya.

Ketika aku melihat dia pulang dengan selamat, aku berlari ke luar rumah sambil tersenyum bersyukur melihat anak dan suaminya kembali. Di situ sudah ada ribuan kaum muslimin yang mengucapkan selamat kepada suaminya.

Sejak saat itu, ketika aku mendengar suara pesawat Israel di langit Gaza, aku membayangkan mendengar kabar kesyahidan suamiku. Memang untuk berpisah dengannya sangat berat, namun jalan hidupnya menentukan demikian. Penderitaan, kesengsaraan dan semua peristiwa yang telah aku alami membuatku selalu mengira-ngira suamiku mati di jalan Allah (Syahid) atau memperoleh kemenangan, atau berjalan sebagaiman biasa, seperti ini. Sebenarnya aku menginginkan dia syahid, sebagaimana aku pun menginginkanya.

Suamiku, Sang Perdana Menteri

Istri yang baik adalah istri yang mendorong suaminya dalam kebaikan. Begitulah yang dilakukan Ummu Abdusalam, istri Perdana Menteri Palestina, Ismael Haneya yang mendorong suaminya ketika berlaga dalam kancah pemilihan umum parlemen untuk pertama kalinya. Ia sangat gembira menyaksikan gerakan Hamas, dimana suaminya berkiprah, mencapai kemenangan dalam perjuangan politik di Palestina. Orang-orang telah memilihnya dalam tahap demi tahap pemilihan, terutama setelah pembentukan pemerintahan Palestina. Ummu Abd mengaku belum pernah melihat kecintaan yang begitu besar dari rakyat Palestina terhadap pemerintahnya seperti kecintaannya mereka kepada pemerintahan Hamas ini. Sebagai contoh saja, ketika ia dan suaminya menunaikan ibadah Haji di Makkah Mukarramah kemarin, semua orang yang mengenalnya menyalaminya dan mengucapkan selamat serta mendukung terhadap perdana menteri Palestina ini. Mereka juga berebut berfoto dengan pemimpin ummat tersebut. Ia menambahkan, aku mendengar dengan telingaku sendiri bahwa kemenangan Hamas di Palestina telah menaikkan citra Islam di dunia dan memberikan harapan bagi rakyat lain untuk bisa seperti Hamas.

Seorang istri yang sederhana tetapi perkasa dalam menghadapi tantangan dan cobaan dari pihak Zionis Israel yang tak henti-hentinya menangkap suaminya dialah Ummu Abdusalam, Amal binti Muhammad Haneya. Suatu ketika ia mengatakan pada seorang tentara Israel yang datang untuk menangkap suaminya, �jika kamu menjulurkan tanganmu akan akan patahkan kedua tanganmu itu !. Sama halnya ketika datang seorang polisi Palestina yang datang untuk menangkap pemimpin Gerakan Hamas ini. Ia mengatakan, �Kalian ini berlaku seperti Yahudi, sedang Yahudi tidak ada yang kembali ke sini.� Ia sendiri merasa kaget dengan apa yang dikatakanya, suatu saat ia makan bersama suaminya, hari esoknya suaminya sudah ditangkap oleh pasukan musuh.

Mengenai kehidupanya sekarang, Ummu Abd menjelaskan, �Insya Allah aku akan tetap mendukung perjuangan suamiku untuk mempertahankan kedudukanya hingga habis masa jabatanya selama empat tahun. Suamiku tidak akan lengser dari jabatanya. Kami optimis dapat membebaskan rakyat Palestina dari embargo internasional. Namun terakhir aku pernah berkata pada Abu Abd, �Wahai suamiku, engkau boleh turun dari jabatanmu, jika ada jaminan diangkatnya embargo dari rakyatmu, para pegawaimu yang hingga saat ini belum mendapatkan gaji !.

Ummu Abd menegaskan, keluarganya yang terdiri dari 13 orang, empat diantaranya telah punya suami dan yang lainya masing anak-anak, hidup layaknya rakyat biasa. Ia berharap isu bahwa keluarganya mendapat uang dari Hamas segera berhenti. �Kami tidak pernah menerima uang dari salah satu anak-anakku yang sudah jadi pegawai negeri yaitu Wassam yang berkerja di Pasukan Keamanan Dalam Negeri,� tambahnya meyakinkan.

Wassam belum menerima gaji dari siapapun. Ia juga pernah mengambil jatah utangan sebagaimana para pegawai lainya. Sementara suamiku memberikan seluruh gaji pertamanya kepada keluarga yang ditinggal syahid. Adapun gaji kedua, kami infakkan sebagiannya pada fakir miskin.

Rumah Yang Bersahaja

Rumah yang ditempati sekarang ini bersama suaminya sangat sederhana untuk ukuran pemimpin negara. Ummu Abd mengatakan, ia tidak akan minta perubahan bagi rumahnya tersebut. Rumah itu sudah dibangun sebelum suaminya menjabat perdana menteri. Rumah yang terdiri dari dua tingkat itu dihuni oleh lima keluarga. Ummu Abd, anak-anak dan suaminya menempati tingkat pertama bersama anak sulungnya yang sudah menikah, Abdus Salam. Sementara tingkat dua ditempati oleh anak ketiganya yang sudah menikah. (asy/AMRais)