|Beranda|berita|Tarbiyah

Partai Islam di turki menang telak


(Jawa Pos, 29/12/08) AK Parti dari Turki sangat fenomenal. Baru setahun didirikan, menang pemilu. Berikut ulasan wartawan Jawa Pos Rohman Budijanto, yang baru saja ke Ankara.

ORANG bisa salah duga bahwa gedung lebar bertingkat delapan itu kantor “PLN” Turki. Di puncak gedung’tersebut terdapat logo bohlam kuning yang memancarkan tujuh sinar.

Gedung itu bukan pusat listrik, tapi markas besar AK Parti. Singkatan dari Adalet ve Kalkinma Partisi atau Partai Keadilan dan Pembangunan. AK Parti bisa juga berarti partai putih.

Gedung itu berada tak jauh dari Ataturk Boulevard, wilayah paling elite di ibu kota Ankara. Sesuai standar pengamanan di sana, pengunjung yang ingin masuk harus menyerahkan tas untuk digeledah.

Setelah itu, harus masuk salah satu di antara dua gerbang detektor logam.

Di meja resepsionis terdapat empat pria berjas dan berdasi rapi. Ramah, tapi tak bisa bahasa asing. Setelah melalui bahasa isyarat, ada pemuda datang menyambut. Bisa sedikit bahasa Inggris. Lalu, Jawa Pos diajak ke lantai IV. Di sana ada Gulumden Oral, salah satu sekretaris.

“Di lantai IV ini kami menerima para wartawan, termasuk dari luar negeri,” kata perempuan ramah itu. Dia menyebutkan, tak ada wanita berjilbab di lantai yang dibagi-bagi dalam banyak ruangan kecil itu. Jilbab menjadi isu sensitif bagi AK Parti, yang dicitrakan berakar “Islamis”. Bahkan, AK Parti hampir dibubarkan Mahkamah Konsitusi (MK) gara-gara mengubah UU larangan berjilbab di perkantoran pemerintah dan sekolah.

Ketua AK Parti Recep Tayyip Erdogan selalu menegaskan, partainya bukan partai agama. Mantan wali kota Istanbul itu sendiri menyebut dirinya demokrat konservatif. “Kami tak mungkin memberlakukan syariat Islam,” tegas Suat Kiniklioglu, salah seorang anggota parlemen dari AK Parti, kepada Jawa Pos. Tapi, Suat menyebut partainya mendorong pemberlakuan nilai-nilai kebajikan universal.

Di tengah kecurigaan sebagai Islamis, kemenangan AK Parti merpakan prestasi ajaib. AK Parti baru didirikan setahun sebelum pemilu, yakni pada 14 Agustus 2001. Partai itu merebut 34,3 persen suara pada Pemilu November 2002. Pemilu itu dilakukan karena pemerintahan koalisi yang rapuh bubar. Ekonomi memburuk, sampai-sampai mengemis ke IMF.

Kemenangan itu membawa kestabilan pemerintahan Turki karena sejak 1987 baru kali inilah satu partai mayoritas bisa membentuk pemerintahan. AK Parti menduduki 343 di antara 550 kursi di parlemen. Pesaing terdekatnya, Partai Rakyat Republikan (CHP), mendapat 19,4 persen (178 kursi). AK Parti mendapat kursi parlemen lebih dari 50 persen karena mendapat suara “murah”, dengan pembagi sedikit, di sebagian besar dari 81 provinsi Turki.

Sukses pemilu itu juga merupakan lonjakan besar. Partai-partai “pendahulu” AK Parti yang dibubarkan MK Turki menggenggam popularitas tak lebih dari 5 persen. Yakni, Refah Partisi (Partai Kesejahteraan),’Milli Nizam Partisi (Partai Tugas Nasional, MNP), dan Milli Selamet Partisi (Partai Keselamatan Nasional, MSP).

Setelah memerintah, AKP terus dicurigai lawan-lawan politiknya. Seperti ketika mengusulkan zina menjadi tindak pidana, jilbab diperbolehkan dipakai di instansi pemerintah dan sekolah, melarang iklan outdoor “telanjang”, atau membatasi penjualan alkohol. Semua dianggap agenda Islamis.

Sampai-sampai partai tersebut diadili di MK dan diusulkan dilarang ketika mengusulkan perubahan UU larangan jilbab. Tapi, MK memutuskan partai itu hanya didenda. AKP juga membatalkan memasukkan zina menjadi tindak pidana, terus berupaya “menyopankan” iklan outdoor, serta tetap memberlakukan lisensi ketat penjualan alkohol di beberapa daerah.

Ketika pemerintahan AK Parti terus-menerus didera kritik dan kecaman, Erdogan memajukan pemilu untuk menguji kepercayaan rakyat. Ternyata posisi AKP malah menguat, yakni menang 46,3 persen. Meskipun kursinya berkurang 2, yakni 341 kursi.

Hasil itu dinilai menunjukkan protes arus bawah di Turki. Pemerintahan kaum sekularis nasionalis dinilai tak membawa kemakmuran di Turki. Ternyata isu “Islamis” tak mempan untuk menyerang AK Parti. Apalagi, masyarakat Turki juga cenderung makin religius. Lebih dari 60 persen wanita dewasa Turki berjilbab.

AK Parti memanfaatkan kemenang untuk membenahi ekonomi. Pembangunan infrastruktur berupa jalan-jalan, bandara, terminal bus antarkota-antarprovinsi, area industri, akses dan fasilitas wisata, dan pelabuhan sangat bergairah. Semangat itu terasa ketika Jawa Pos melakukan perjalanan ke belasan kota di separo wilayah Turki bagian barat.

Ekonomi tumbuh konsisten 7,4-8,9 persen. Inflasi mengempis hingga di bawah dua digit, 9,9 persen pada 2004 atau dua tahun setelah AK Parti memerintah. Kebijakan monumental Erdogan untuk mendekatkan Turki dengan “dunia impian” Uni Eropa adalah dengan melakukan sanering mata uang lira. Yakni, memangkas enam nol lira. Jadi 1.000.000 lira tinggal 1 yeni Turk lirasi (YTL) atau lira Turki baru. Nilai yang baru itu lebih pantas karena sejuta lira lama tak cukup untuk ongkos semir sepatu. Untuk semir sepatu perlu dua juta lira lama.

Tentu saja dengan kebijakan sanering itu, jumlah jutawan dan miliarder Turki merosot tajam! Dulu naik angkutan umum saja harus membawa uang berjuta-juta lira. Kini tak gampang menjadi jutawan. Sebab, nilai YTL 1 kira-kira menjadi 0,5 euro.

Selain piawai mengelola isu sensitif terkait isu “Islamis”, prestasi ekonomi pemerintahan duet tokoh AKP, Presiden Abdullah Gul dan PM Recep Tayyip Erdogan, mengesankan dunia. Meskipun kebanyakan lembaga masih menyebut Turki sebagai negara berkembang, CIA menyatakan bahwa Turki masuk negara maju. Majalah ekonomi terkemuka, The Economist, menjuluki AKP sebagai partai yang paling sukses sepanjang sejarah Turki, yang merdeka pada 1923 itu.

Bahkan, boleh jadi, mereka merupakan partai “santri” tersukses di dunia. Meski menolak disebut partai Islam, pimpinan utama partai itu menegaskan bahwa dirinya “santri” dan aktivis Islam. Partai itu mampu kemakmuran ekonomi di tengah serangan isu politik sensitif. Dan, yang terpenting, AK Parti tak menjadi partai pemarah